Memaknai Idul Adha Dalam Perspektif Maqoshid Syari'ah



Ibadah haji merupakan rukun Islam yang kelima yang wajib dikerjakan bagi ummat Islam yang mampu dan terpanggil Allah SWT. Jika kita lihat ada beberapa rangkaian ibadah tidak hanya pada hari raya Idul Adhanya saja akan tetapi juga ibadah ibadah dalam pelaksanaan haji sampai dengan Ibadah Qurban tentunya. Ibadah haji juga merupakan syariat Islam yang diturunkan Allah SWT kepada hamba hambanya, maka pelaksanaannya juga harus sesuai dengan Maqoshid Syari'ah (tujuan tujuan Syari'at). Oleh sebab itu tentunya terdapat berbagai hikmah serta pelajaran yang dapat kita ambil. Di antaranya kita dapat lihat dari 5 Dimensi dari Maqoshid Syari'ah (tujuan tujuan Syari'at) itu sendiri, yaitu :

1. Hifzhuddin/ حفظ الد ين
Adapun yang pertama adalah Hifzhuddin yang berarti menjaga Agama. Ibadah haji dan ibadah Qurban merupakan dua diantara perayaan yang sangat besar dalam Agama Islam yang mana mampu menggerakkan semua dan membuat penyangkalan terhadap Agama Islam menjadi sebuah kemustahilan. Ibadah haji merupakan peristiwa yang Agung dan Allah telah memerintahkan ummat Islam untuk mengagungkannya sebagaimana firman Allah SWT dalam surat Al hajj ayat 30,
yang artinya:
ذا لك و من يعظم حر مت الله فهو خير له عند ربه
"Demikianlah (perintah haji tersebut). Dan barang siapa mengagungkan apa yang terhormat di sisi Allah (hurumat) maka itu lebih baik baginya di sisi Tuhannya."

Selain itu perayaan haji dirayakan oleh ummat Islam di dunia dari berbagai latar belakang etnis yang berada ini membuktikan kepada dunia bahwa Ibadah haji dapat dilaksanakan dengan penuh kedamaian dan persatuan serta menegaskan pada dunia betapa agungnya agama Islam; mematahkan semua stigma negatif yang coba dikaitkan kepada agama Islam oleh pihak pihak yang dalam hatinya mempunyai rasa benci terhadap agama Islam.


2. Hifzh Nafs/ حفظ النفس
Adapun dimensi kedua yakni Hifzh Nafs yang artinya menjadi jiwa atau nyawa. Di dalam Al Qur'an sendiri Allah menyebutkan kata Nafs dalam beberapa konteks. Pada QS. Yusuf:53 Allah merekam ucapan Nabi Yusuf AS
و ما أبر ئ نفسي ان النفس لأ ما رة با لسو ء إلا ما رحم ربي غفو ر رحيم

Artinya: "Dan aku tidak (menyatakan) diriku bebas (dari kesalahan), karena sesungguhnya Nafs itu selalu mendorong kepada kejahatan, kecuali (Nafs) yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun, Maha Penyayang."


Dalam QS. Al Fajr: 27-30, Allah SWT juga berfirman:

يٰٓاَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَىِٕنَّةُۙ ارْجِعِيْٓ اِلٰى رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ۚ فَادْخُلِيْ فِيْ عِبٰدِيْۙ وَادْخُلِيْ جَنَّتِيْ
Artinya: "Wahai jiwa yang tenang! Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang Ridha dan diridhoi-Nya. Maka masuklah ke dalam golongan hamba hamba Ku, dan masuklah ke dalam surga Ku."


Maka dari dua dalil ayat ayat Al Qur'an tersebut dapat kita lihat bahwa Nafs disini dapat cenderung mendorong kepada kejahatan juga bisa bisa mendorong kepada Ketenangan yaitu Nafs Muthmainnah. Oleh karena itu, hari raya haji yang juga disebut hari raya qurban ini adalah momentum bagi kita ummat Islam untuk mensucikan jiwa (tazkiyatun Nafs) yaitu mensucikan jiwa dari noda noda yang dapat menutup dari masuknya cahaya Ilahi.
Adapun noda dosa itu sebagian datang dari terlalu cinta kita terhadap urusan duniawi dibandingkan ukhrowi, oleh karena itu noda dosa tersebut harus dikikis salah satunya dengan kita berqurban. Jika Nabi Ibrahim AS saja mampu diperintahkan untuk mengorbankan anak yang paling dicintainya yaitu Nabi Ismail AS, maka sudah sepantasnya Ummat Islam yang mampu juga harus berqurban pada hari raya haji. Dan kecintaan terhadap dunia ini tentu tidak berakar jika setiap dari kita insaf, bahwasannya Nafs (jiwa) seluruh nya akan merasakan yang namanya kematian. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al ankabut : 57
كل نفس ذا ئقة المو ت ثم الينا ترجعون
Artinya: "Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan mati. Kemudian hanya kepada Kami kami dikembalikan."


3. Hifzhul 'Aql/ حفظ العقل
Adapun pada Dimensi ketiga yaitu Hifzhul 'Aql yang berarti menjaga Akal. Kita dapat melihat dan merasakan betapa teraturnya semua penciptaan Allah SWT ini, maka sesungguhnya apa yang kita saksikan saat ini merupakan tanda tanda kekuasaan Allah agar kita berpikir dan menjadi lebih yakin kepada Allah SWT.


Jika kita lihat ada jutaan Ummat Islam tiap tahunnya berkumpul dalam satu tempat untuk melaksanakan ibadah haji, dan Allah telah menciptakan Air Zamzam yang dapat memenuhi kebutuhan para jama'ah, pernahkah kita berpikir bahwa itu suatu pertanda atas kekuasaan Allah SWT?
Dan Allah mensyari'atkan kita untuk menyembelih hewan ternak untuk berqurban, dan Allah juga yang menciptakan hewan ternak tersebut memiliki kecepatan tumbuh dan berkembang biak dengan seimbang dengan kebutuhan kita untuk melaksanakan qurban.
Bayangkan!! Jika tumbuh kembang biak hewan ternak tersebut lambat, maka sudah pasti ummat Islam akan kesulitan menemukan hewan ternak yang dapat dijadikan hewan qurban sehingga harga hewan ternak tersebut menjadi sangat mahal karena adanya kelangkaan terhadap ketersediaan hewan ternak. Begitu juga sebaliknya jika hewan ternak tersebut tumbuh kembang biaknya terlalu cepat maka dapat menimbulkan over supply hewan ternak yang mengakibatkan harga hewan ternak tersebut jatuh dan berdampak bagi peternak hewan qurban juga berdampak berkurang nya nilai pengorbanan dari si pekurban.
Mungkin pemikiran tersebut terlihat mustahil terjadi, namun jika kita lihat dan rasakan dengan akal kita, tentu kita akan menyadari bahwa kesempurnaan penciptaan itu bukanlah suatu kebetulan, pasti ada kekuatan Pencipta yang mendesain ini semua.

4. Hifzhul Nasl/ حفظ النسل

Kini kita beranjak kepada dimensi keempat dari 5 dimensi yang kita telaah, yaitu Hifdz Nasl yang berarti memelihara keturunan. Dimensi ini merupakan representasi dari besarnya perhatian Islam terhadap institusi keluarga. Dalam kaitannya dengan Qurban, saat menyembelih hewan Qurban, dalam sebuah hadits riwayat Muslim, Rasulullah SAW berdoa:

“بِسْمِ اَللَّهِ, اَللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ, وَمِنْ أُمّةِ مُحَمَّدٍ”

Dengan nama Allah, Ya Allah, terimalah dari Muhammad, Keluarga Muhammad, dan Umat Muhammad.

Doa itu menunjukkan ibadah qurban erat kaitannya dengan bangunan keluarga. Hewan yang dikurbankan bukan hanya diatasnamakan yang bersangkutan, namun juga atas nama keluarganya. Tentunya tidak ada larangan jika masing-masing anggota keluarga juga masing-masing berkurban. Namun pelajaran penting dari doa di atas adalah bahwa saat seseorang berkurban, sejatinya itu hasil dari proses pengorbanan istri dan anak-anaknya juga, yang turut merelakan sebagian harta mereka untuk membeli hewan kurban.

Tanpa ada kekompakan dalam keluarga, tanpa ada kerelaan dari keluarga, tak mungkin rasanya seorang kepala keluarga dapat mengeluarkan sebagian harta untuk hewan qurban.

Di sisi lain, jika kita mentadabburi perintah Allah kepada Nabi Ibrahim untuk mengorbankan Ismail, putranya tercinta, kita dapat belajar bahwa Allah mengajarkan pada kita agar cinta kepada keluarga adalah cinta yang proporsional. Tidak kurang, namun juga tidak berlebihan.

Kecintaan kepada keluarga, kecintaan kepada lawan jenis yang dinaungi dalam mahligai pernikahan, kecintaan kepada anak-anak dan keturunan, semua itu adalah sunnatullah yang tidak boleh dihilangkan.

زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوٰتِ مِنَ النِّسَاۤءِ وَالْبَنِيْنَ وَالْقَنَاطِيْرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْاَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيٰوةِ الدُّنْيَا ۗوَاللّٰهُ عِنْدَهٗ حُسْنُ الْمَاٰبِ

“Dijadikan terasa indah dalam pandangan manusia cinta terhadap apa yang diinginkan, berupa perempuan-perempuan, anak-anak, harta benda yang bertumpuk dalam bentuk emas dan perak, kuda pilihan, hewan ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik.” (QS Ali Imran: 14)

Fitrah itu tidak boleh dikikis oleh orang-orang yang memiliki orientasi yang rusak yang tidak menginginkan adanya keluarga, yang tidak menginginkan adanya ikatan pernikahan, serta yang menginginkan adanya pernikahan sejenis yang merusak tatanan kemanusiaan serta mustahil mendatangkan keturunan.

Namun kecintaan kepada keluarga dan anak-anak, juga tidak boleh berlebihan. Firman Allah SWT dalam surat Al-Munafiqun ayat 9:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا لَا تُلْهِكُمْ اَمْوَالُكُمْ وَلَآ اَوْلَادُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللّٰهِ ۚوَمَنْ يَّفْعَلْ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْخٰسِرُوْنَ

“Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah harta bendamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Dan barangsiapa berbuat demikian, maka mereka itulah orang-orang yang rugi.”

Maka sejatinya, institusi keluarga hadir agar kita dapat menguatkan ibadah kita kepada Allah. Sebagaimana doa Nabi Ibrahim, dengan mengemban tanggung jawab sebagai kepala keluarga, beliau berdoa:

رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلٰوةِ وَمِنْ ذُرِّيَّتِيْۖ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاۤءِ

Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan anak cucuku orang yang tetap melaksanakan salat, ya Tuhan kami, perkenankanlah doaku. (QS Ibrahim: 40)

5. Hifdz Maal/ حفظ الما ل
Dimensi terakhir yang tampak begitu kental dengan ibadah Qurban adalah hifdz maal, penjagaan terhadap harta. Ibadah Qurban mengajarkan kita untuk mendudukkan kembali posisi harta dalam kehidupan serta, serta sebuah mekanisme yang begitu canggih dari Allah untuk memutar harta dan menggerakkan ekonomi ummat.

Serta sebuah pengingat bagi kita, dalam tiap tetes air zamzam yang diminum para jamaah haji, bahwa Allah telah menyiapkan rezeki bagi kita, dan tugas kita adalah untuk pasrah, berdoa, bersyukur, dan berusaha.

Pasrah, sebagaimana Siti Hajar yang ditinggal oleh Nabi Ibrahim di lembah tandus; pasrah saat mengetahui itu adalah perintah Allah. Berdoa dan bersyukur, sebagaimana doa Nabi Ibrahim dalam surat Ibrahim ayat 37 agar Allah memberi mereka rezeki dan agar mereka bersyukur. Berusaha, sebagaimana usaha Siti Hajar mencari air dari Sofa ke Marwa, hanya untuk menemukan bahwa rezeki yang dicarinya telah disediakan oleh Allah di kaki putranya.

Belum lagi, jika kita mencoba mengkalkulasi potensi ekonomi dari Idul Qurban, maka sungguh kita akan tersadar betapa besar cinta Allah kepada hambanya. Betapa Idul Qurban ini merupakan sebuah wujud penyembahan kepada Allah SWT dan sekaligus bentuk Rahman Rahimnya Allah pada kita.
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

--------

Simak berbagai berita pilihan dan terkini lainnya dari kami di Google News