Fenomena Bank Digital, Tren Transformasi Digital di Dunia Perbankan

Fenomena Neo Bank (Bank Digital), Tren Transformasi Digital di Dunia Perbankan

MuamalahNews.com - Seiring dengan kemajuan teknologi, Industri 4.0 atau revolusi industri keempat merupakan istilah yang umum digunakan untuk tingkatan perkembangan industri teknologi di dunia. Pada tingkatan keempat ini, dunia memang fokus kepada teknologi-teknologi yang bersifat digital.

Secara umum, Industri 4.0 menggambarkan tren-tren yang berkembang menuju otomasi dan pertukaran data dalam teknologi dan proses dalam industri manufaktur. Tren-tren tersebut diantaranya adalah Internet of Things (IoT), Industrial Internet of Things (IioT), Sistem Fisik Siber (CPS), Artificial Intelligence (AI) dan sebagainya.

Perkembangan teknologi digital ini juga memberikan pengaruh yang signifikan terhadap dunia perbankan, perlahan dunia perbankan tradisional mulai menggunakan internet dan menciptakan cara baru untuk menerapkan layanan keuangan secara online dan digital.

Berbagai kemudahan terus diberikan oleh kemajuan teknologi, termasuk kemudahan dalam transaksi keuangan dengan teknologi internet.

Saat ini kemajuan teknologi internet tidak hanya bisa kita manfaatkan untuk transaksi dalam bentuk mobile banking dan internet banking saja, akan tetapi kemajuan teknologi internet pada dunia perbankan telah melahirkan sistem bank digital.

Adapun OJK mendefinisikan bank digital sebagai Bank Berbadan Hukum Indonesia (BHI) yang menyediakan dan menjalankan kegiatan usaha yang utamanya melalui saluran elektronik tanpa kantor fisik selain kantor pusat (KP), atau dapat menggunakan kantor fisik yang terbatas. Sementara itu, OJK mengatur bank digital dalam POJK No.12 tahun 2021 pasal 23 hingga pasal 31.

Meski mendefinisikan bank digital, OJK secara umum hanya membagi dua jenis bank yaitu bank umum dan bank perkreditan rakyat sesuai dengan Undang-Undang Perbankan. OJK tidak mendefinisikan bank digital sebagai suatu bank jenis baru.

Jadi, kehadiran istilah bank digital dalam POJK terbaru ini, tidak mengubah bank secara kelembagaan. OJK hanya memperjelas definisi Bank Digital tapi tidak mendikotomikan antara bank yang telah memiliki layanan digital, bank digital hasil transformasi dari bank inkumben, ataupun bank digital yang terbentuk melalui pendirian bank baru (full digital bank).

"Bagaimanapun bank tetaplah bank, bank is bank,” kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana dalam siaran pers terkait dengan dikeluarkannya POJK tentang Bank Umum, Kamis (19/8).

Bank yang ingin beroperasi sebagai bank digital harus memenuhi sejumlah persyaratan, yakni:

  • Bank digital harus memiliki model bisnis dengan penggunaan teknologi yang inovatif dan aman dalam melayani kebutuhan nasabah.

  • Bank digital harus memiliki kemampuan mengelola model bisnis perbankan digital yang pruden dan berkesinambungan.

  • Bank digital yang harus dipenuhi adalah memiliki manajemen risiko secara memadai.

  • Bank digital harus memenuhi aspek tata kelola termasuk pemenuhan direksi yang mempunyai kompetensi di bidang teknologi informasi dan kompetensi lain sesuai dengan ketentuan OJK mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pihak utama lembaga jasa keuangan.

  • Bank digital harus menjalankan perlindungan terhadap keamanan data nasabah.

  • Bank digital harus memberikan upaya yang kontributif terhadap pengembangan ekosistem keuangan digital dan inklusi keuangan.

Perlu diketahui, pendirian bank digital tidak harus memulai Bank Berbadan Hukum Indonesia secara baru. Sebuah perusahaan dapat bertransformasi dari Bank Berbadan Hukum Indonesia (bank fisik) menjadi bank digital.

Bukan hal yang mustahil, suatu saat pada waktu nya semua bank akan bertransformasi menjadi Neo Bank atau Bank Digital.

Indonesia yang saat ini dihuni oleh 272 juta penduduk dan 64 persennya merupakan pengguna internet, ini mengindikasikan besarnya potensi untuk digitalisasi.

Adapun prospek keuangan digital, menurut BI akan positif hingga akhir 2025. Karena didorong peningkatan preferensi dan penerimaan masyarakat, kinerja e-commerce dan layanan pembayaran terus diperluas oleh bank maupun fintech.

Transaksi e-commerce pada 2021 diperkirakan meningkat 48,4% secara tahunan (year on year/yoy), dengan nilai transaksi bisa mencapai Rp 395 triliun.

Kemudian uang elektronik juga diharapkan tumbuh dengan adanya ekspansi e-commerce, logistik, dan ekosistem pembayaran digital. Uang elektronik kemungkinan akan naik 35,7% (yoy) atau mencapai Rp 278 triliun pada 2021.

Transaksi digital banking pada 2021 juga diperkirakan akan meningkat 30% (yoy) dengan nominal mencapai Rp 35.600 triliun.

"Menghadapi kondisi ini, diperlukan sistem pembayaran untuk menyeimbangkan optimalisasi inovasi dan harus memitigasi risiko," jelas Filianingsih (Kepala Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran BI), pada OJK Virtual Innovation Day 2021, Selasa (12/10/2021)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan saat ini Indonesia memiliki 14 bank digital, tujuh sudah beroperasi, yaitu : Jenius, Wokee, Digibank, Bank Aladin Syariah, TMRW, Jago, dan Motion Banking. Sedangkan tujuh sisanya sedang mempersiapkan diri, yaitu : Bank Digital BCA, Bank Neo Commerce, Bank Harda Internasional, Bank QNB Indonesia, BRI Agroniaga, Bank Capital dan LINE Bank.

Selain memberikan kemudahan, perkembangan teknologi digital yang pesat ini, akan menjadi ancaman bagi pihak-pihak yang tidak melek teknologi tidak kecuali pada sektor perbankan. Ini akan menjadi ancaman bagi karyawan-karyawan bank yang bekerja di front liner seperti Teller dan Customer Service, pekerjaan mereka sudah bisa digantikan dengan sebuah aplikasi yang diluncurkan dari bank digital tersebut untuk membuka tabungan ataupun top up saldo.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan "Saya melihat teknologi digital akan growing luar biasa. Karena generasi muda terbiasa hidup dengan digital jadi buat mereka pergi ke bank tidak lagi bertemu langsung dengan teller. Itu striking very fast by 2045," ujar Sri dalam acara Indonesia Fintech Summit 2021 secara virtual, Sabtu (11/12/2021). 

Sri mengatakan bahwa fenomena ini sudah terjadi di wilayah Eropa. Bahkan, jika orang-orang di sana ingin dilayani, mereka harus membayar dengan sangat mahal. "Bahkan saya dengar di Eropa pergi ke bank mau dilayani personal bayar mahal sekali, Saya khawatir pada 2045 banyak orang yang kesepian karena mereka tidak masuk ke 3D virtual dan dia left out di reality. Ini yang perlu kita lihat," tutur Sri.


---------
Penulis

Abi Waqqosh, S.E.I., M.E.I
Ka Prodi Ekonomi Syariah STAI Syekh H. Abdul Halim Hasan Al Ishlahiyah Binjai
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url

--------

Simak berbagai berita pilihan dan terkini lainnya dari kami di Google News